Sabtu, 19 November 2011

Adakah Sholat Qobliyah Jum’at?


Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala. Shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabat dan seluruh kaum muslimin yang senantiasa berpegang teguh pada sunnah Beliau sampai hari Kiamat.
Tidak ada dalil shahih yang menunjukkan adanya sholat qobliyah Jum’at. Sedangkan sholat Tathowwu’ secara mutlak, ada dalil yang menunjukkan akan hal itu.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنِ اغْتَسَلَ ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ فَصَلَّى مَا قُدِّرَ لَهُ،
ثُمَّ أَنْصَتَ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ خُطْبَتِهِ ثُمَّ يُصَلِّي مَعَهُ،
غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ اْلأُخْرَى وَفَضْلُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ

“Barangsiapa mandi kemudian menghadiri sholat Jum’at, lalu mengerjakan sholat (sunnah) sebanyak yang ia mampu, selanjutnya diam hingga imam selesai berkhutbah lalu mengerjakan sholat bersamanya, maka akan diampuni dosanya antara Jum’at dengan Jum’at berikutnya, dan ditambah tiga hari.”
(Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 857)


Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri dan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam:

مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَلَبِسَ مِنْ أَحْسَنِ ثِيَابِهِ،
وَمَسَّ مِنْ طِيْبٍ إِنْ كَانَ عِنْدَهُ، ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ،
فَلَمْ يَتَخَطَّ أَعْنَاقَ النَّاسِ، ثُمَّ صَلَّى مَا كَتَبَ اللهُ لَهُ،
ثُمَّ أَنْصَتَ إِذَا خَرَجَ إِمَامُهُ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ صَلاَتِهِ؛
كَانَتْ كَفَّارَةً لِمَا بَيْنَهُمَا وَبَيْنَ جُمُعَتِهِ الَّتِي قَبْلَهَا

“Barangsiapa mandi hari Jum’at dan memakai pakaian terbaik yang ia miliki serta memakai wangi-wangian jika ia memilikinya, kemudian menghadiri sholat Jum’at tanpa melangkahi pundak orang-orang, lalu mengerjakan sholat (sunnah) sebanyak yang ia mampu, dan diam jika imam telah datang sampai selesai dari sholatnya, maka itu akan menjadi kaffarah (penghapus dosa, pen) baginya atas apa yang terjadi antara hari itu dan hari Jum’at sebelumnya.” 

Perawi hadits ini mengatakan, “Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Dan ditambah tiga hari.” Dia juga mengatakan, “Sesungguhnya (balasan) kebaikan itu sepuluh kali lipatnya.”
(Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 343. Hadits ini dinilai shohih oleh al-Albani dalam Shahiih Sunan Abi Dawud, I/70).

Pada hadits di atas, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: 
“Kemudian mengerjakan sholat (sunnah) sebanyak yang ia mampu”

menunjukkan bolehnya mengerjakan sholat sunnah sebanyak mungkin tanpa ada batasan, hingga imam hadir. Adapun sholat sunnah qobliyah Jum’at (yaitu setelah adzan), amalan itu tidak ada dasarnya sama sekali.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah radhiyallahu ‘anhu berkata, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak pernah melaksanakan sholat sunnah setelah adzan Jum’at.
Tidak ada seorang sahabat pun yang meriwayatkan hal itu dari beliau.

Pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, adzan sholat Jum’at dikumandangkan setelah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk di atas mimbar.

Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam duduk di atas mimbar, barulah Bilal mengumandangkan adzan, lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah dua kali.

Setelah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selesai berkhutbah, Bilal mengumandangkan iqomah dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengimami mereka sholat.

Tidak mungkin mengerjakan sholat (sunnah) setelah adzan, baik oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun seluruh kaum muslimin yang sholat Jum’at bersama beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Tidak ada seorang sahabat pun yang meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sholat sunnah di rumahnya sebelum keluar untuk mengerjakan sholat Jum’at.
(Ensiklopedi Fiqih Praktis Menurut Al-Qur’an dan As Sunnah, terjemahan dari Kitab Al-Mausuu’ah al-Fiqhiyyah al Muyassarah fii Fiqhil Kitaab was Sunnah al-Muthah-harah, hal. 726).

Demikianlah yang diriwayatkan dari para Sahabat.
Jika mereka tiba di masjid pada hari Jum’at, niscaya mereka langsung melaksanakan sholat sunnah sejak pertama masuk sesuai dengan kemampuuannya.

Di antara mereka ada yang sholat sepuluh roka’at, ada yang dua belas roka’at, ada yang sholat delapan roka’at, dan ada juga yang lebih sedikit dari itu.
(Ensiklopedi Fiqih Praktis Menurut Al-Qur’an dan As Sunnah, hal. 726).

Ibnul Qoyyim rahimahullah di dalan kitabnya, Zaadul Ma’ad, mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar dari rumahnya (untuk menghadiri sholat Jum’at). Ketika beliau menaiki mimbar, Bilal pun memulai adzan Jum’at.

Setelah Bilal selesai,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mulai berkhutbah tanpa di sela (oleh perbuatan lainnya).

Inilah (perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam) yang disaksikan oleh para Sahabat secara langsung. Lalu kapankah mengerjakan sholat sunnah?

Barangsiapa menduga bahwa mereka semua bangkit dan sholat sunnah dua roka’at setelah Bilal mengumandangkan adzan, maka ia adalah orang ang paling bodoh tentang As-Sunnah.”
(Zaadul Ma’ad, karya Ibnul Qoyyim rahimahullah, I/432)

Ahmad bin Abdul Halim Al Harrony rahimahullah mengatakan, “Jumhur ulama sepakat tidak ada sholat sunnah (sebelum sholat Jum’at) yang ditentukan waktu pelaksanaannya dan bilangan roka’atnya.

Karena semua itu harus ditetapkan berdasarkan sabda dan perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam tak pernah mensunnahnya sama sekali (yakni sholat qobliyah Jum’at), baik berdasarkan ucapan ataupun perbuatan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Inilah madzhab Malik, Asy Syafi’i, dan sebagian besar pengikutnya serta pendapat yang masyhur dalam madzhab Ahmad”.
(Majmu’ Fatawa, 1/136, dan Majmu’ah Ar Rosa’il Al Kubro, 2/167-168)

Catatan:
Sholat qobliyah jum’at tidak ada tuntunannya, baik dikerjakan setelah Adzan pertama (pada masjid dengan dua adzan Jum’at) maupun sebelum adzan sambil menunggu datangnya imam.

Sholat Ba’diyah Jum’at
Berkaitan dengan sholat ba’diyah Jum’at, ada beberapa hadits shohih yang menunjukkan bahwa amalan ini ada tuntunannya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
 
إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمُ الْجُمُعَةَ فَلْيُصَلِّ بَعْدَهَا أَرْبَعًا
  
“Jika salah seorang di antara kalian sudah mengerjakan sholat Jum’at, hendaknya dia mengerjakan sholat empat roka’at setelahnya.”
(Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 1457)

Dalam redaksi lainnya disebutkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُصَلِّيًا بَعْدَ الْجُمُعَةِ فَلْيُصَلِّ أَرْبَعًا

“Barangsiapa di antara kalian mengerjakan sholat setelah sholat Jum’at, hendaknya dia mengerjakannya empat roka’at.”
(Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 881).

Suhail, salah seorang perawi hadits, mengemukakan, “Tetapi, jika kamu dibuat tergesa-gesa oleh sesuatu, maka kerjakanlah sholat dua roka’at di masjid dan dua roka’at jika kalian sudah pulang (di rumah).”

Boleh-boleh saja seorang muslim sholat sunnah ba’diyah Jum’at sebanyak dua roka’at atau empat roka’at. Tentu saja yang lebih afdhal adalah empat roka’at.

Dan yang lebih afdhal lagi apabila mengerjakan sholat sunnah ba’diyah Jumat ini dikerjakan di rumah. Tidak ada perbedaan pendapat ulama dalam masalah ini, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

أَفْضَلُ صَلاَتِكُمْ فِيْ بُيُوْتِكُمْ إِلاَّ الْمَكْتُوْبَةَ

“Sebaik-baik sholat kalian adalah sholat yang dikerjakan di rumah, kecuali sholat wajib.”
 (Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 412 dan dinilai shohih oleh Al-Albani dalam Shohiih al-Jaami’, no. 1134).

Sholat sunnah dianjurkan untuk dikerjakan di rumah agar rumah seorang muslim juga berfungsi sebagai tempat sholat, terjaga dan terpelihara dengan dzikrulloh dan sholat, sehingga tidak ditempati oleh syaithon.

Adapun untuk sholat wajib, para ulama kita berselisih pendapat tentang hukum sholat berjama’ah di masjid bagi laki-laki. Ada yang berpendapat bahwa hukumnya sunnah muakkad, ada pula yang mengatakan hukumnya fardhu kifayah, dan ada juga yang mengatakan hukumnya fardhu ‘ain.

Bahkan ada ulama kita yang berpendapat bahwa sholat berjama’ah di masjid bagi laki-laki adalah syarat sahnya sholat.

Dengan melihat ayat-ayat dalam al-Qur’an dan hadits-hadits shohih dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dapat disimpulkan bahwa sholat berjama’ah di masjid bagi laki-laki hukumnya adalah fardhu ‘ain.

Inilah pendapat yang paling kuat dalam masalah ini. Ibnul Qoyyim rahimahullah telah menyebutkan di dalam kitabnya, Ásh-Sholaah, bahwa para Sahabat radhiyallahu ‘anhum telah sepakat (ijma’) tentang wajibnya sholat berjama’ah di masjid bagi laki-laki.” (Ash-Sholaah, hal. 81-82)

Berkaitan dengan anjuran mengerjakan sholat sunnah di masjid, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا قَضَى أَحَدُكُمْ الصَّلاَةَ فِي مَسْجِدِهِ فَلْيَجْعَلْ لِبَيْتِهِ نَصِيْبًا مِنْ صَلاَتِهِ،
فَإِنَّ اللهَ جَاعِلٌ فِي بَيْتِهِ مِنْ صَلاَتِهِ خَيْرًا

“Apabila salah seorang dari kalian telah menyelesaikan sholatnya di masjid, hendaklah ia menjadikan bagian dari sholatnya itu di rumahnya. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala menjadikan kebaikan dengan sholat itu di rumahnya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh Muslim, no. 778)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar